Yogyakarta, Kemendikbud --- Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan mengaku terhenyak
saat berjalan-jalan di toko buku menemukan ada kartu baca untuk bayi
delapan bulan. Pernah juga ia melihat buku seputar persiapan tes masuk
TK (Taman Kanak-kanak) yang dijual di toko buku tersebut. “Anak TK masuk
dengan tes?” tanya Mendikbud dalam Seminar Nasional Kurikulum
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Yogyakarta, Kamis (28/5).
Di
hadapan lebih dari 6.300 pendidik PAUD dari 19 provinsi di Indonesia,
Mendikbud mengungkapkan, banyaknya buku semacam itu membuat orang tua
merasa takut anaknya akan tertinggal, bahkan terbelakang, jika tidak
diberikan materi pendidikan sebanyak mungkin di usia dini. “Jangan
sampai anak-anak kita dibekali dengan target-target pendidikan yang
rumit. Tugas kita adalah menyadarkan bahwa ini adalah masa mereka
meneruskan karakter pembelajar. Memberikan mereka kesempatan untuk
bermain,” tutur Mendikbud.
Dalam
buku yang pernah ditulis Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara,
disebutkan bahwa bermain adalah tuntutan jiwa anak untuk menuju arah
kemajuan hidup jasmani maupun rohani. Mendikbud menambahkan, di Taman
Kanak-kanak itulah harus dipastikan kurikulum yang diterapkan membuat
proses belajar semakin menyenangkan bagi semua anak usia dini.
“Karenanya
kita harus jauhkan anak dari apa yang disebutkan oleh Ki Hajar
Dewantara adalah dasar-dasar pendidikan kolonial, yaitu perintah dan
hukuman. Gaya pendidikan semacam itu justru akan mengoyak batin anak,
rusak budi pekertinya, karena selalu di bawah paksaan dan hukuman yang
sering kali tidak setimpal dengan kesalahan yang dilakukan,” ungkapnya
membacakan apa yang pernah ditulis Ki Hajar Dewantara.
Sebaliknya,
lanjut Mendikbud mengutip tulisan Ki Hajar, mendidik anak seharusnya
dengan ketertiban dan tata tentram yang mampu menjaga kelangsungan batin
anak. Tetapi anak juga tidak boleh dibiarkan terlalu bebas. Hal yang
perlu dilakukan adalah tetap mengamati dan membimbing anak sehingga
tumbuh sesuai kondratnya sendiri.
“Sudahkah
kita sebagai pendidik, orang tua, dan masyarakat menyadari konsep Bapak
Pendidikan ini? Bukankah kita ingin agar anak-anak kita tumbuh besar
sesuai zamannya, bukan tumbuh besar sekadar membuat kita yang mendidik
merasa puas. Puas hari ini belum tentu baik di masa depan,” katanya.
Sementara
itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X
yang juga hadir membuka kegiatan seminar nasional tersebut mengatakan,
persepsi tentang PAUD seharusnya diluruskan. Harus disadari PAUD bukan
untuk mendinikan sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya.
PAUD semestinya disesuaikan dengan tahap perkembangan dan potensi anak
dan diajarkan melalui cara bermain agar tidak merampas hak anak.
“PAUD
di Indonesia memiliki keunikan yang disebut holistik dan integratif.
Harapan saya agar PAUD bisa melakukan assessment bakat dan minat peserta
didik, agar anak bisa diarahkan sesuai potensinya,” ujarnya.
Sumber : (Ratih Anbarini)
0 comments:
Post a Comment